Hikmah  

Rizqi Tak Akan Tertukar, Tapi Harus Dijemput – Pelajaran Dari Imam Malik Dan Imam Syafi’i

Gambar Ilustrasi

Kalapanunggalupdate.com – Dalam sejarah peradaban Islam, banyak kisah menarik yang lahir dari pertemuan para ulama besar. Salah satunya adalah perdebatan ilmiah antara Imam Malik bin Anas dengan muridnya, Imam Syafi’i rahimahumallah, mengenai hakikat rizqi. ( 7/9/2025 ).

Kisah ini bermula ketika Imam Syafi’i bertanya kepada gurunya:

“Wahai Imam, apakah rizqi itu sudah ditentukan ataukah mesti dicari oleh manusia?”

Dengan penuh keyakinan, Imam Malik menjawab:

“Rizqi itu sudah ditentukan Allah dan pasti akan datang kepada hamba-Nya, sebagaimana ajal yang tidak bisa dihindari.”

Namun Imam Syafi’i menanggapi dengan pandangan berbeda. Beliau berkata:

“Wahai Imam, jika demikian maka manusia tidak perlu berusaha. Padahal Allah berfirman: ‘Maka berjalanlah kamu di segala penjurunya (bumi) dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya…’ (QS. Al-Mulk: 15).”

Rizqi Sudah Ditulis, Usaha Tetap Wajib

Perdebatan ringan ini bukanlah bentuk pertentangan, melainkan saling melengkapi. Imam Malik menekankan aspek takdir, sementara Imam Syafi’i menekankan aspek ikhtiar manusia.

Dalam sebuah hadits shahih, Rasulullah ﷺ bersabda:

“Sesungguhnya penciptaan salah seorang dari kalian dikumpulkan dalam perut ibunya selama empat puluh hari… kemudian diutus malaikat untuk menulis empat perkara: rizqinya, ajalnya, amalnya, dan celaka atau bahagianya.”
(HR. Bukhari no. 3208, Muslim no. 2643).

Namun, Rasulullah ﷺ juga menegaskan pentingnya usaha. Beliau bersabda:

“Seandainya kalian bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benarnya tawakkal, niscaya kalian akan diberi rizqi sebagaimana burung diberi rizqi. Ia pergi pagi hari dalam keadaan lapar, dan pulang sore hari dalam keadaan kenyang.”
(HR. Tirmidzi no. 2344, Ahmad no. 205, dinilai hasan shahih).

Pandangan Ulama Kontemporer

Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar menegaskan bahwa ayat-ayat tentang rizqi menunjukkan keseimbangan antara takdir dan usaha. Beliau menyebutkan:

“Allah telah menjamin rizqi setiap makhluk-Nya. Tetapi cara mendapatkannya harus melalui jalan yang halal, dengan kerja keras, dan kesungguhan. Itulah bentuk tawakkal yang benar.”

Sementara itu, Prof. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Mishbah menyampaikan:

“Rezeki memang sudah ada dalam genggaman Allah. Namun manusia dituntut bergerak, karena bumi dan segala isinya telah Allah sediakan untuk mereka yang berusaha. Itulah rahasia ayat ‘bertebaranlah di muka bumi’ (QS. Al-Jumu’ah: 10).”

Hikmah Perdebatan

Dari kisah ini dapat ditarik pelajaran bahwa rizqi memang sudah ditentukan oleh Allah, namun manusia tetap diwajibkan bekerja, berikhtiar, dan berdoa. Tawakkal bukan berarti berpangku tangan, melainkan menggabungkan usaha dengan keyakinan bahwa hasil sepenuhnya adalah kehendak Allah.

Penutup

Perdebatan Imam Malik dan Imam Syafi’i menjadi contoh indah bagaimana ulama besar menyikapi perbedaan pandangan dengan penuh adab. Kisah ini sekaligus menegaskan bahwa rizqi tidak mungkin tertukar, tetapi ia tidak akan datang tanpa dijemput dengan usaha.

Reporter : WR