Kalapanunggalupdate.com, – ( 29/9/2025 ). Fenomena siaran langsung (live) di media sosial semakin digemari masyarakat, terutama kalangan muda. Namun, di balik keseruan tersebut, muncul tren baru yang cukup mengkhawatirkan: kecanduan menggunakan efek kamera atau video filter secara berlebihan.
Efek kamera yang seharusnya berfungsi sebagai hiburan kini berubah menjadi kebutuhan psikologis bagi sebagian pengguna. Mereka merasa tidak percaya diri tampil tanpa filter, bahkan hingga mengalami gangguan kecemasan sosial.
Ahli psikologi, Dr. Rani Kusuma, M.Psi., menjelaskan bahwa ketergantungan terhadap filter dapat berdampak buruk pada kesehatan mental.
“Orang yang terbiasa tampil dengan filter akan memiliki standar kecantikan atau ketampanan yang tidak realistis. Hal ini memicu body dysmorphic disorder, yaitu kondisi ketika seseorang selalu merasa penampilannya kurang, meski sebenarnya normal,” ungkapnya.
Sementara itu, dari sisi kesehatan, dr. Hendra Wijaya, Sp.KJ, menegaskan bahwa penggunaan filter berlebihan dapat menimbulkan efek domino.
“Kecanduan filter bisa membuat seseorang menarik diri dari kehidupan nyata, sulit menerima kondisi fisiknya, hingga berisiko depresi. Jika dibiarkan, ini bisa merusak kualitas hidup penderitanya,” tegasnya.
Fenomena ini juga didorong oleh algoritma media sosial yang memberi apresiasi lebih kepada konten berfilter yang dianggap lebih menarik secara visual. Akibatnya, pengguna merasa harus terus menggunakan filter agar mendapatkan perhatian dan validasi dari audiens.
Saran Ahli untuk Mencegah Kecanduan Filter:
-
Batasi waktu penggunaan media sosial, terutama ketika melakukan live streaming.
-
Biasakan tampil tanpa filter secara bertahap untuk melatih rasa percaya diri.
-
Fokus pada konten, bukan penampilan, karena kualitas pesan lebih penting daripada visual semata.
-
Perkuat interaksi sosial di dunia nyata, agar tidak hanya bergantung pada validasi online.
-
Cari bantuan profesional jika mulai muncul tanda-tanda kecemasan berlebih atau ketergantungan pada filter.
Para ahli sepakat, solusi terbaik adalah meningkatkan literasi digital serta melatih penerimaan diri apa adanya. Dengan demikian, media sosial tetap bisa menjadi sarana interaksi yang sehat tanpa mengorbankan kesehatan mental maupun fisik. (WR )